Haris Hananto Susilo: Sensasi Ngawul Tidak Bisa Diungkapkan dengan Kata-kata

By Born Thrift Way - Desember 09, 2017


"Kamu pernah ngawul, Ris?"
"Pernah,"
"Nah, mau jadi narasumber kami?"
"Mau,"

Secepat itulah kami mendapatkan narasumber untuk rubrik CAwul ini. Syukurlah.

Nama lengkapnya adalah Haris Hananto Susilo, seorang teman kami dari Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada angkatan 2016. Suatu sore sepulang kuliah, Haris sempat ikut nimbrung dengan tim Born Thrift Way yang sedang berdiskusi. Saat itu juga kami meminta Haris untuk menjadi narasumber.

Singkat cerita, akhirnya saya dan Haris memutuskan untuk melakukan sesi wawancara pada Kamis (7/12) di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) UGM. Sekitar pukul 11.00 WIB, saya sudah sampai di Fisipol dan segera menuju Selasar Barat untuk menemuinya.

Tapi, beruntung sekali, sebelum saya sampai di Selasar Barat, saya sempat-sempatnya kecekluk (keseleo), saudara-saudara. Ini karena saya pakai sandal yang bersol tebal mirip bakiak, jadi ya memang riskan mengalami hal-hal tidak diinginkan begitu. Bagi saya sakitnya nggak masalah, tapi malunya itu lho.

Ya sudah lah, yang lalu biarlah berlalu, saya pun lanjut berjalan saja menuju Selasar Barat. Rupanya Haris sudah berada di sana, lalu saya pun langsung menyapa dan mengajaknya bersalaman. Kala itu ia membagi pengalamannya selama ngawul di Sekaten tahun lalu.

"Sebenarnya, aku dulu itu niatnya ke Sekaten bukan khusus buat ngawul. Cuma, tahun lalu kebetulan aku sedang butuh baju biru, dan aku lagi bokek. Akhirnya, di sana ketemu (baju) yang cocok, ya sudah, angkut." Tidak lama kemudian ia melanjutkan, "Sak tenda-tendane yo diangkut, hahahaha. (Tenda-tendanya juga diangkut sekaligus, red)."

Sungguh humoris dan periang sekali narasumber kami kali ini. Kemudian, wawancara pun saya teruskan.

"Terus, dapet berapa tuh-" saya mulai bertanya.
"Dapet satu," timpal Haris dengan cepat.
"Harganya!"
"Oh... kurang lebih empat puluh (ribu),"
Haris mengaku bahwa harga yang dipatok untuk baju bermerek Anyway tersebut awalnya berkisar Rp50.000,00, namun dengan bantuan temannya untuk menawar, ia berhasil mendapatkan kemeja biru incarannya itu dengan harga Rp40.000,00. Untuk urusan tawar menawar, Haris sempat mengatakan bahwa ia tidak tega menawar hingga mencapai setengah harga. "Sakno toh ditawar rong puluh ewu. (Kasihan kalau ditawar sampai dua puluh ribu, red). Eh padahal yang jualan itu belinya lima belas ribu udah dapet, mungkin," ujarnya.

Terkait anggapan bahwa ngawul identik dengan tempat dan baju yang kotor, Haris menanggapinya dengan santai. Menurutnya, pemikiran tersebut tergantung oleh perspektif masing-masing orang. "Kalau sesuatu yang kotor itu kan bisa dicuci. Selama bajunya tak cuci, tak rendam sendiri, tak laundry lagi pula, insyaallah sudah bersih," tutur Haris sekaligus memaparkan metodenya untuk mencuci baju awul.

Saat memilih baju di awul-awul, Haris menuturkan bahwa ia tidak mengalami kesulitan berarti. Cukup dengan melihat-lihat baju yang digantung, ia langsung menemukan kemeja biru yang membuatnya tertarik. Ia juga menambahkan, "Sebelumnya di sana aku juga udah mengelilingi beberapa lapak... Eh lapak itu bukannya aksen dari Jawa Tengah itu ya?" Kami berdua sama-sama terdiam, lalu Haris melanjutkan sendiri, "Itu ngapak." 

Dari kiri: Haris Hananto Susilo dan Akwilla Saraswati Sukmono dalam sesi pemotretan untuk Born Thrift Way.
Saya kemudian tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang sensasi ngawul yang dirasakan oleh Haris. Menurutnya, melalui ngawul ia dapat menemukan baju bagus di antara baju lain yang kondisinya kurang baik. Bahkan, ia juga mengatakan bahwa barang yang didapat dari ngawul justru bisa lebih bagus daripada di toko biasa. "Apa ya, sensasinya (ngawul) itu tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Kalau belanja di mal kan biasa, soalnya mahal ya, hehe. Tapi kalau ngawul tuh beda, di antara hutan baju-baju, aku bisa menemukan suatu treasure," ujarnya.

Tak luput, Haris juga memberikan tips memilih baju awul yang dapat membantu para Thrifters. Baginya, ngawul akan lebih mudah dilakukan apabila kita sudah terlebih dahulu menentukan target. Ia menekankan beberapa hal yang harus ditentukan sebelum ngawul, seperti jenis dan warna baju yang diinginkan, serta berapa batas budget yang dimiliki.

Selain itu, Haris juga mengingatkan agar memeriksa terlebih dahulu baju yang hendak dibeli. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa kondisinya masih baik. "Kalau kita nggak teliti, kita bisa menemukan element of surprise di bajunya ya, seperti bolong-bolong."

Tips dari Haris untuk Thrifters tersebut sekaligus menutup sesi wawancara. Haris sempat menyebutkan bahwa saat ini ia memiliki rencana untuk mencari jaket jeans di awul-awul. Rencana yang bagus, pikir saya, mengingat banyaknya variasi jaket jeans yang tersedia di awul-awul, terutama di Sekaten.


Itu dia yang bisa saya gali dari pengalaman Haris saat ngawul di Sekaten, satu tahun yang lalu. Terlepas dari celetukan-celetukannya yang kadang tidak berfaedah selama wawancara, saya merasa sharing dengan Haris siang itu terasa menyenangkan dan mampu menambah pengetahuan saya mengenai kegiatan ngawul.

Oleh karena itu, semoga melalui tulisan ini, kamu, kamu, dan kamu juga mendapatkan informasi yang kamu butuhkan seputar awul-awul, ya! Sekian dulu dari saya, dadah! [Nadcette]

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar